Oleh Sonya Hellen Sinombor dan Subur Tjahjono
Parjo (40) dua bulan belakangan ini makin betah di kantornya, Balai Desa Gilirejo, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Kepala Desa Gilirejo itu punya "mainan" baru, yakni dua perangkat komputer dilengkapi printer dan telepon bebas pulsa. Komputer di kantor Parjo terkoneksi secara online dengan lebih dari 500 komputer lain di Kabupaten Sragen.
"Saya bisa sampai pukul 17.00 di kantor. Sebelumnya siang sudah pulang," ujar Parjo, terkekeh, ketika ditemui pada Sabtu (16/2) siang. Fasilitas komputer tergolong mewah untuk ukuran Desa Gilirejo yang masuk kategori desa tertinggal. Desa dengan penduduk 3.656 jiwa itu sempat bergolak saat pembangunan Waduk Kedung Ombo. Selain bertani jagung dan ketela pohon di tegalan, penduduk bertani ikan keramba di waduk.
Berbagai informasi terbaru yang tersedia di http://www.sragenkab.go.id dan http://kantaya.sragenkab.go.id merupakan menu yang wajib dibaca tiap hari. Alamat yang terakhir merupakan intranet yang menjadi sarana komunikasi dari kantor kabupaten hingga ke 20 kecamatan dan 208 desa di Sragen. Kantaya adalah akronim dari "kantor maya" Pemkab Sragen.
Bagi Parjo, komputer tersebut sangat membantu memperlancar urusan pemerintahan. Apalagi jarak desa itu paling jauh dari pusat Kabupaten Sragen, sekitar 50 kilometer. Sebelumnya, untuk membuat
Sejak 2003
Program pemerintahan elektronik atau e-government dimulai Bupati Sragen Untung Wiyono sejak tahun 2003 untuk tingkat kecamatan dan 2007/2008 untuk tingkat desa.
"Sebelum kita membangun infrastruktur, kita bangun dulu manusianya," ujar Untung, bupati dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Pejabat di Sragen dikursuskan komputer dan bahasa Inggris. Itu menjadi syarat bagi pejabat Sragen untuk naik pangkat.
Untung Wiyono yang berlatar belakang pengusaha itu sejak awal mengutamakan efisiensi dalam menjalankan pemerintahannya. Teknologi informasi digunakan untuk memangkas biaya. Sebelumnya, biaya telepon dan belanja alat tulis kantor Kabupaten Sragen mencapai Rp 2,3 miliar per tahun. Dengan teknologi informasi, pengeluaran hanya Rp 250 juta per tahun, berupa kerja sama dengan internet service provider.
Aplikasi kantaya di antaranya laporan monitoring setiap dinas, satuan kerja, dan kecamatan; sarana pengiriman data; informasi dan monitoring proyek secara online pada setiap satuan kerja; agenda kerja setiap satuan kerja; forum diskusi dan chatting antarpersonel dan satuan kerja; surat dinas atau undangan.
Dengan teknologi informasi itu, Untung Wiyono mengontrol kinerja birokrasinya yang didukung 12.000 PNS dari komputer di ruang kerjanya. Kalau membutuhkan pertemuan mendadak dengan camat atau kepala desa, Untung tak perlu memanggil bawahannya, cukup mengadakan telekonferensi dengan webcam. Laporan harian kegiatan pembangunan dan laporan keuangan cukup disampaikan lewat komputer.
Di kantaya juga tersedia sistem informasi pemerintahan daerah, perizinan terpadu, sistem informasi perdagangan antarwilayah, kepegawaian, keuangan daerah, kependudukan, pertanahan, sistem rumah sakit umum daerah, sistem informasi strategis, pendapatan daerah, pengelolaan barang daerah, sistem informasi geografis, kredit, dan pembayaran perusahaan daerah air minum.
Aplikasi tersebut betul-betul diterapkan saat Kompas berkeliling ke beberapa kantor kecamatan dan desa di Sragen. Loket pelayanan kartu tanda penduduk dan surat-surat lain di Kantor Kecamatan Kalijambe, misalnya, tak kalah dengan bank. Tursini (38), Warga Desa Banaran, Kecamatan Kalijambe, tidak sampai 5 menit memperpanjang KTP. Ia pun hanya perlu membayar Rp 5.000. Dengan sistem online, tak akan ada KTP kembar di Sragen karena database 863.914 penduduk sudah terintegrasi.
Tiap pagi pukul 07.00-07.30 para perangkat kecamatan dan desa sudah harus membuka komputer untuk melihat informasi, baik berupa kegiatan, undangan, maupun perintah bupati. "Pernah saya baru buka pukul 08.30 ternyata ada undangan rapat di kabupaten pukul 08.30 sehingga telat," ujar Camat Kalijambe Tugino.
Rapat jagabaya atau keamanan desa di Kecamatan Masaran, misalnya, tidak perlu menggunakan
Yuniarti pun ingin usaha batik yang berkembang di wilayahnya dipromosikan di internet. Sumarsono, pengusaha batik dari Desa Kliwonan, Masaran, kini mulai mendapat pesanan, bahkan dari
====================
Tulisan ini semula dimuat di Kompas, 21 Februari 2008. Versi ini saya unduh dari Kompas. Tiada maksud apa pun mencupliknya di sini, kecuali agar jadi bahan ajar siapa saja, terlebih saya. Hmm, kapan ya kabupaten/kota saya, propinsi saya bisa begini....
0 komentar:
Posting Komentar