Sumber foto: KRM Kasiman |
Berikut bagian “Penutup” buku “Memori Masa Bhakti Gubernur
KDH Tk I Jambi, 10 Desember 1984-10 Desember 1989” oleh Masjchun Sofwan, SH
(MS), hlm. 357-363. Tidak semua bagian itu dimasukkan di sini, tetapi yang
mungkin penting untuk diambil sebagai pelajaran dan diskusi. Di bagian ini MS
tidak saja berkisah tentang apa yang terjadi selama dia memimpin Jambi, tetapi
juga bagaimana semestinya seorang kepala daerah bekerja. Jadi, selain mengenang
apa yang dilakukannya, di sini kita dapat sekaligus belajar darinya.
Sebuah blog tentang KRM Kasiman menyebutkan sebagai berikut
(saya kutip panjang):
“Maschun Sofwan lahir di Selorejo Blitar,
pada 7 September 1927. Orang tua Maschun Sofwan adalah Imam Sofwan dan Siti
Asiyah. Imam Sofwan, ayah Maschun Sofwan, adalah putra keempat dari Moerdinah...
Masa kecil beliau dilalui di Selorejo, sebuah kota kecil jauh di sebelah timur
Blitar.
“Pendidikan beliau adalah SD atau SNR di Selorejo selama 6 tahun
kemudian melanjutkan di SMPN Blitar dan SMAN Malang. Kemudian beliau
melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Beliau
juga pernah menjadi dosen UGM di Fakultas Hukum. Selain itu, beliau juga pernah
menjadi Bupati Temanggung selama dua periode dan sebagai Gubernur Jambi selama
dua periode.
“Beliau menikah dengan Prof Dr. Sri Soedewi, SH dan dari
pernikahan beliau dikaruniai seorang putri bernama putri Ira Indira Kartini.
Dalam perjalanan keluarga beliau, ternyata isteri beliau Prof. Dr. Srisudewi,
SH dipanggil oleh Allah SWT lebih dahulu. Kemudian beliau menikah kembali
dengan dengan Hj. Dra Juniwati. Hj. Dra Juniwati Maschun Sofwan ini saat ini
aktif dalam organisasi politik.”
Selamat menikmati dan semoga berguna.
============================================================
Bab VIII
Penutup
Masa lalu mengandung masa sekarang, masa sekarang mengandung
masa datang. Proses dalam falsafah itu berlaku juga dalam kehidupan
pemerintahan. Apa yang telah saya lakukan dalam mengemban tugas dan fungsi
selaku Gubernur Kepala Daerah, adalah merupakan mata rantai kelanjutan dan
peningkatan tugas dan fungsi Gubernur yang terdahulu; dari Bapak Djamin Datuk
Bagindo sebagai Residen, Bapak Mohammad Joesoef Singedekane, Bapak H. Abdul
Manaf almarhum, Bapak R.M. Nur Atmadibrata almarhum sampai kepada Bapak
Djamaluddin Tambunan, SH yang diselingi sebagai pejabat selama 3 bulan oleh
Bapak Eddy Sabara.
Dasar-dasar kekaryaan yang telah beliau letakkan dan
prestasi-prestasi yang beliau capai dalam memimpin rakyat dan Daerah Jambi
telah saya lanjutkan dan kembangkan dalam dua kali masa bhakti yakni pada
periode 10 Desember 1979-10 Desember 1984 dan 10 Desember 1984-10 Desember
1989.
Saya sepenuhnya menyadari bahwa pengalaman-pengalaman Gubernur
pendahulu saya, mempunyai arti yang sangat besar dalam melaksanakan tugas dan
fungsi saya sebagai Gubernur Kepala Daerah. Bagi saya sesuai dengan isarat
pepatah adat yang berbunyi: “Mengambil contoh kepada yang sudah, mengambil tuah
kepada yang menang, mengamanatkan agar pengalaman-pengalaman beliau: kok
berjalan dijadikan tongkat, kok tidur dijadikan bantal, sesat di ujung jalan
kembali ke pangkal jalan.”
Memori ini adalah rekaman pengalaman dan pengamatan dalam bhakti
saya yang kedua. Apa yang saya kerjakan dan sajikan di dalamnya tidak
berpotensi memberi arah, tetapi sebagai informasi, pemikiran dan pandangan
untuk mematangkan pertimbangan atau keputusan-keputusan berikutnya, yang
dibutuhkan dalam membangun daerah Jambi.
Untuk seluruh yang saya kerjakan dengan segala corak dan
warnanya saya serahkan penilaiannya kepada Bapak Presiden, Bapak Menteri Dalam
Negeri dan Pemerintah Pusat serta seluruh masyarakat. Jika di dalam pekerjaan
tersebut terdapat suatu yang dapat disebut sebagai prestasi, saya menganggap
itu sebagai prestasi Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat. Karena itu
seluruh hasil karya yang telah kita capai yang telah memberi arti bagi
kehidupan rakyat, atas nama pendahulu saya, saya persembahkan kepada seluruh
rakyat di daerah ini. Kegagalan ataupun ketidakberhasilan saya dalam mewujudkan
cita-cita dari pembentukan Propinsi ini adalah tanggung jawab saya.
Ketika seorang pejabat tinggi dari Jakarta, bertanya, apa yang
Saudara anggap sukses selama memimpin wilayah Jambi ini, saya kemukakan, bahwa
secara pribadi saya menghindari dan tidak akan menggunakan kata-kata sukses
karena sukses itu mengandung makna relatif. Orang lain yang dapat dan berwenang
menilainya. Bisa saja suatu kesuksesan bagi seseorang, dinilai sebagai sesuatu
kegagalan oleh orang lain. Saya lebih suka menggunakan istilah “kenangan
manis”, karena hal tersebut relatif subjektif, tidak dapat dibantah bagi yang
bersangkutan.
Saya juga merasakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsi
selaku Gubernur Kepala Daerah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditempuh tidak
selalu memuaskan semua pihak. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan pemikiran
dan penafsiran tentang bagaimana seharusnya kebijaksanaan diambil dan
dilaksanakan.
...
Beberapa bulan menjelang kedatangan saya di Jambi pada akhir
tahun 1979 terjadi pro dan kontra terhadap calon-calon Gubernur Jambi. Hal
tersebut membuktikan hidupnya demokrasi. Saya tidak merasa apa-apa terhadap
penolakan sementara orang terhadap diri saya pada waktu itu karena kami memang
tidak pernah mengenal satu sama lain. Saya tidak menilai bagaimana sikap
seseorang sebelum saya datang, tetapi setelah dilantik sebagai Gubernur secara
definitif, sudah barang tentu semuanya harus dibenahi.
Setapak demi setapak terasa adanya makin saling pengertian
antara semua pihak. Memang, pimpinan apa pun juga, termasuk pimpinan daerah
atau Wilayah, harus dapat mengajak, memberi pengertian kepada yang dipimpinnya
dan menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan, bahwa apa yang dikerjakan merupakan
hal yang benar dan harus disukseskan. Tanpa keyakinan, sulit dicapai hasil yang
memadai.
Sebagai pemimpin seseorang harus dapat merangsang tumbuhnya
inisiatif dari kelompok staf. Pimpinan dan yang dipimpin memang harus punya
suatu sasaran tertentu untuk dicapainya, tetapi pimpinan tidak perlu selalu dan
terus-menerus memberikan kesan seolah-olah semua inisiatif keluar daripadanya.
Pimpinan harus memberi kesempatan dan perasaan kepada para rekan sekerjanya,
bahwa inisiatif dan buah pikiran mereka diakui dan dihargai. Seorang pemimpin
tidak perlu merasa “terancam” kepopulerannya. Jika seandainya ada aparat
pelaksana yang berkata, bahwa sesuatu hal merupakan buah pikirannya, hal
tersebut tidak akan mengurangi “wibawa” sang pemimpin. Memang pimpinan harus
mempunyai suatu konsep tertentu untuk memecahkan suatu masalah dan untuk
mencapai suatu tujuan.
...
Meskipun demikian sudah selayaknya bahwa seorang pimpinan
diharapkan dapat mengungguli yang dipimpin dalam daya pikir, daya penalaran,
daya/kemampuan berkreasi, daya juang dan daya tahan. Dari seorang pimpinan
dituntut kesehatan, kondisi fisik yang kuat dan baik, demikian pula di bidang
moral.
Memang tidak ada manusia yang sempurna. Setiap orang sebagaimana
saya sebutkan, tentu mempunyai kelemahan dan kekurangan; ia bisa saja mempunyai
cacat atau cela, tetapi kesemuanya harus diatasi setelah disadarinya tentang
adanya kekurangan tersebut. Datangnya kesadaran tersebut ialah dengan jalan
setiap kali mengadakan introspeksi. Kita harus memberikan jawaban terhadap
pertanyaan, apakah kita telah menunaikan tugas semaksimal mungkin dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Apabila jawaban ya, kita tidak usah ragu-ragu untuk
melanjutkannya. Suatu ketentuan tidak dapat ditawar-tawar, harus konsisten,
tetapi pelaksanaannya harus bijaksana, melihat kondisi dan situasi.
Suatu hal yang harus disadari oleh pimpinan ialah bahwa tidak
semua, saya ulangi tidak semua orang akan selalu sependapat dengan kita.
Dalam agama diajarkan, bahwa setiap mengawali sesuatu, termasuk
tugas, kita harus mengucapkan Bismillah. Kita bekerja itu karena Allah, diniati
sebagai ibadat. Apa pun fungsi dan tugas kita harus laksanakan semaksimal
mungkin. Harus bekerja keras membanting tulang, tetapi dengan hati yang berserah
diri (semeleh, bhs Jawa), dengan tawakal. Jika apa yang kita lakukan itu
dinilai baik oleh atasan ataupun lingkungan dan masyarakat, kita akan
mensyukurinya, tetapi seandainya seseorang telah bersusah payah dan berusaha
dengan sungguh dalam menunaikan tugas, tetapi dinilai tidak baik, tidak
diterima baik oleh atasan maupun lingkungan dan masyarakat, ia harus
menerimanya dengan berserah diri kepada Tuhan. Yang penting dan tiap kali harus
kita lakukan, ialah mawas diri, bertanya kepada diri sendiri apakah kita telah
menunaikan tugas dan kewajiban kita dengan sungguh-sungguh sesuai dengan
ketentuan.
Saya percaya bahwa pangkat, derajat dan rezeki itu tidak dapat
dikejar-kejar dan dipaksakan untuk datang. Ia akan datang dengan sendirinya
sesuai dengan amal perbuatan kita dengan tidak meninggalkan ikhtiar. Ujud dari
ikhtiar tersebut ialah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya, tiada terkecuali
apakah sebagai pegawai negeri atau orang swasta.
Untuk ukuran tingkatan Propinsi Jambi, seorang Kepala Daerah,
baik Tk. I maupun Tk. II, para Ka. Kanwil, Kepala Kantor, Kepala Dinas harus
membaca semua dan menguasai semua surat baik yang keluar maupun yang masuk,
meskipun tidak semua surat harus ia tangani atau selesaikan secara langsung.
Saya katakan tadi “untuk ukuran”, karena mungkin saja untuk Propinsi di Jawa,
karena volume tugasnya begitu besar maka seorang Gubernur KDH tidak mempunyai
waktu untuk membaca semua surat masuk dan keluar.
Seorang pimpinan tidak juga boleh melangkah terlalu maju,
melangkah terlalu jauh dari yang dipimpin. Harus selalu dijaga keharmonisan
satu sama lain sehingga dicapai suatu kondisi “serempak bak regam”. Jangan
sampai seorang menggala melaju terlalu jauh meninggalkan pasukannya.
...
Kita harus tahu menghargai dan tahu berterima kasih kepada siapa
pun yang memang sepatutnya kita hargai dan kita terima kasihi secara jujur dan
ikhlas tanpa basa-basi. Kepada staf sampai ke yang paling bawah.
Setiap hari Kamis malam Jumat bertempat di Musholla Alzikro
dalam lingkungan kediaman Gubernur, diselenggarakan pengajian yang dihadiri
Gubernur, Wakil Gubernur, Sekwilda, Ketua Bappeda, Kadit Sospol, Kadit Bangdes,
Ketua BKPMD, Irwilprop, para Asisten Sekwilda, para Kepala Biro, para Ka
Kanwil, dan Kepala Dinas/kesemuanya dengan para istri. Tujuannya ialah untuk
meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengajian ini
dimaksudkan pula sebagai pengisian kesejahteraan di bidang moril. Kecuali itu
juga untuk mengeratkan tali silaturahmi antarpejabat dan keluarga.
...
(selanjutnya MS mengucapkan terima kasih kepada Presiden, Wakil
Presiden, para menteri, anggota DPRD)
Kepada Saudara Drs. Abdurrahman Sayoeti, Wakil Gubernur KDH yang
akan dilantik sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi pada tanggal 11
Desember 1989 ini, akan tetap saya kenang loyalitasnya terhadap tugas serta
disiplinnya yang tinggi.
(MS melanjutkan ucapan terima kasih)
...
Jambi, 10 Desember 1989
Masjchun Sofwan, SH
0 komentar:
Posting Komentar