"As a grand theorist, Luhmann attempts to describe fundamental features common to all societal systems, such as the economy, law, religion, art, science, and even sociology. Not only do all societal systems share similar structures, but they also all operate through communication. Hence, Luhmann asserts, society is communication."
Sebagaimana disebutkan Lee, meskipun hakikatnya adalah komunikasi, masyarakat memiliki banyak sekali sistem, seperti sistem ekonomi, hukum, agama, seni, dan pengetahuan. Luhmann kemudian membahas banyak sekali sistem masyarakat itu di dalam karya-karyanya. Karena itu, karyanya merentang banyak hal seperti Law as a Social System (hukum); Art as a Social System (seni); dan The Reality of the Mass Media (media).
Membaca judul karya-karya Luhmann, terdapat beberapa hal menarik. Pertama, mengapa semuanya dibahas Luhmann? Sebagai seorang sosiolog, bagi Luhmann, semua ranah itu merupakan kenyataan yang ada dalam masyarakat atau fakta sosial (social fact). Hukum adalah fakta sosial, seni juga merupakan fakta sosial, termasuk yang akan dibahas di bawah, media juga merupakan kenyataan sosial. Karena semuanya fakta sosial, menurut saya, sebagai sosiolog, Luhmann kemudian merasa berhak untuk membicarakannya.
Kedua, sistem tampaknya urgen dalam pemikiran Luhmann. Sebagaimana hukum dan seni, nyaris semua bahasannya dikaitkan dengan sistem, termasuk tentang media yang akan kita bahas di bawah. Luhmann sendiri juga dikenal sebagai teoretikus sistem. Teori besarnya dapat dijabarkan sebagai berikut: masyarakat terdiri atas sistem-sistem. Sistem itu tidak satu, tetapi banyak sekali, terlebih di dalam masyarakat modern. Diferensiasi adalah kata kunci untuk memahami banyak sistem yang berbeda-beda tersebut. Di dalam sistem yang banyak itu, seseorang bisa masuk ke dalam sebuah sistem, bertahan, keluar, dan berpindah ke sistem lain. Begitu seterusnya. Dinamika seseorang untuk berada di dalam satu sistem dan bertahan dari sistem lain dijelaskan melalui autopoietic, cara penyaringan buka-tutup yang bersifat biologis dan, saya kira, psikologis.
Di dalam teori Luhmann, seseorang memang tunduk di dalam sistem, tetapi dia selalu dalam tegangan relasi dengan sistem lain atau lingkungannya. Di sini seseorang kemudian bisa mengembangkan sistem miliknya atau bahkan beralih ke sistem lain. Ketika bertahan di dalam sebuah sistem, orang ini menggunakan cara autopoietic; bahwa seseorang secara alamiah punya cara sendiri untuk mengambil tawaran-tawaran lain dari lingkungannya atau bertahan di dalam sistemnya. Ritzer (2002: 362) menjelaskan proses ini melalui tiga kata kunci: variasi, pemilihan, dan stabilisasi. Dalam tegangan antara bertahan di dalam sistem atau berpindah ke sistem lain inilah sebuah sistem bisa berkembang (dan nanti distabilkan), karena setiap individu di dalamnya punya banyak referensi dari lingkungan untuk dimasukkan ke dalam sistemnya.
Teori sistem Luhmann ini penting dipahami di awal sebelum kita membaca media dalam pemikirannya. Bahasan tentang media di bawah juga punya kaitan kuat dengan sistem. Media, kata Luhmann, membentuk sebuah sistem yang disebut sistem media.
Media sebagai Realitas Sosial
“Apa pun yang kita ketahui tentang masyarakat, terutama dunia di mana kita hidup, kita peroleh melalui media massa,” demikian kata-kata Luhmann di awal buku The Reality of the Mass Media. Kata-kata itu yang mendasari Luhmann untuk juga membicarakan media.
Menurut Luhmann, karena realitas masyarakat diketahui melalui media, sesungguhnya terdapat dua kenyataan dalam masyarakat, yaitu kenyataan sebenarnya dan kenyataan dalam media. Realitas sebenarnya adalah realitas pertama, dan realitas media adalah kenyataan kedua. Luhmann menyebutnya sebagai realitas ganda atau dobel. Dan realitas dunia saat ini adalah realitas media. Setiap saat kita menggunakan media untuk mengetahui apa pun. Kita mendapatkan informasi tentang kematian Nelson Mandela melalui media, kita melihat ketua Mahkamah Konstitusi ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat media, kita disuguhi pengetahuan tentang agama, hiburan, kenyataan politik, dll oleh media. Media sangat digdaya di zaman seperti sekarang.
Luhmann sendiri mengakui bahwa realitas yang disampaikan media tidak selamanya benar. Kata Luhmann, “media melaporkan hal yang benar atau bahkan salah; atau separuhnya benar dan sebagian yang lain keliru karena telah ‘termanipulasi’.” Media menjadi sangat potensial untuk memanipulasi. Bahkan bisakah media menyampaikan sesuatu yang benar? Apa itu kebenaran? Kesesuaian dengan kenyataan (pertama)? Kalau misalnya yang dimaksud kebenaran adalah kesesuaian dengan kenyataan (pertama), bukankah media selalu terbatas untuk menyampaikan apa saja? Sesungguhnya, adanya dua realitas, yaitu kenyataan sebenarnya atau pertama dan realitas media sebagai yang kedua, sudah menjelaskan bahwa media tidak mampu menampung apa saja yang ada dalam realitas pertama dan dengan demikian sudah merupakan “manipulasi”.
Untuk mendapatkan gambaran bagaimana media bekerja mengambil kenyataan dan memanipulasinya, berikut gambar yang saya modifikasi dari konsep tentang karya seni (art work) yang juga memanipulasi kenyataan:
Gambar di atas menjelaskan bahwa media berada di tengah tiga gugus penting atau segitiga. Pertama, dunia atau universe atau kenyataan pertama. Inilah sumber berlimpah yang akan diambil atau ditulis oleh jurnalis atau pekerja media. Luhmann mengatakan bahwa di sini media harus menjadi observer. Tentu tidak semua hal diambil atau diobservasi oleh sang jurnalis. Jurnalis memilih apa saja yang sesuai dengan konsen medianya dan juga menarik minatnya. Dalam menulis, sang jurnalis menerapkan apa yang disebut seleksi dan kombinasi. Seleksi adalah memilih apa saja yang akan ditulis atau dipublikasikan, sementara kombinasi adalah menyusun apa yang sudah dipilih itu ke dalam sebuah laporan jurnalistik untuk dimuat dalam media.
Kedua, jurnalis atau pekerja media. Dialah yang bertugas mengambil kenyataan pertama yang kemudian diolah menjadi kenyataan dalam media. Dialah sang observer sebagaimana dibayangkan Luhmann. Prosesnya, sebagaimana disebutkan di atas, adalah seleksi dan kombinasi. Ada banyak syarat yang nanti dikemukakan oleh Luhmann untuk menyusun ini. Misalnya, dia membedakan apakah yang disusun berita atau reportase mendalam, iklan, atau hiburan—tiga konten media yang hidup sekarang. Terkait berita, misalnya, ada sepuluh syarat yang disusun Luhmann, misalnya unsur kebaruan, informatif, relevansi lokal, kasus-kasus norma, dst. Mungkin Luhmann ingin menyaingi sembilan elemen jurnalisme-nya Bill Kovack di sini. Di atas semua syarat itu, media utamanya untuk publik atau pembaca sebagaimana poin di bawah. Untuk kepentingan publik itulah, kata Luhmann, media mesti menjalankan fungsi observer secara maksimal.
Ketiga, audiens atau pembaca atau publik dalam bahasa Luhmann. Mereka sasaran akhir dari sebuah media. Ketika membaca sebuah laporan jurnalistik, pembaca bukanlah seorang yang “kosong”. Dia punya pengetahuan yang dia bawa, di samping itu dia hidup di dunia kenyataan pertama. Jadi ketika membaca atau meresepsi laporan jurnalistik, dia menghubungkannya dengan pengetahuannya (“horison dunia” dalam bahasa Hans-Georg Gadamer). Di situlah kemudian dia bisa menerima (tentu tidak dengan sepenuhnya) atau menolaknya atau mengambil sebagian dan meninggalkan yang lain. Hubungan pembaca dengan dunia kenyataan pertama ini penting diungkapkan, karena dialah sesungguhnya yang “menghidupkan” apa yang disebut realitas pertama setelah “dimatikan” oleh jurnalis. Kalau kita berhenti atau hanya sampai pada kenyataan atau realitas media, realitas pertama sesungguhnya tidak penting lagi karena tidak dapat diketahui setelah realitas dimonopoli oleh media.
Sistem Media
Namun, baiklah, kita sekarang beranjak meninggalkan realitas pertama menuju realitas media untuk menelisik realitas ini lebih jauh, sebagaimana ajakan Luhmann. Menurutnya, sekali lagi, realitas saat ini adalah realitas media. Realitas terakhir ini dibentuk oleh apa yang disebut sistem media. Apa yang membedakan sistem media dengan sistem-sistem yang lain? Sebagai sebuah sistem, media punya struktur sendiri, organisasi sendiri, dan reproduksi sendiri. Untuk membahas lebih jauh, kita masuk pada beberapa istilah kunci, terutama sistem, perbedaan (difference), dan referensi (reference).
Dunia ini terdiri atas banyak sistem. Sebuah sistem membentuk atau memiliki subsistem-subsistem di dalamnya. Sebuah sistem mempunyai kodenya masing-masing. Subsistem yang berada di dalam batas bingkai kode (internal boundary of code) tertentu disebut sistem, dan yang di luar bingkai kode (external boundary) adalah lingkungan yang mungkin masuk dalam sistem lain.
Kata kunci lain untuk memahami posisi satu sistem di antara sistem yang lain adalah perbedaan atau difference. Setiap sistem, kata Luhmann, dibedakan atas prinsip difference ini. Dunia ini terdiri atas banyak hal, dan semuanya menjadi sangat acak. Setiap sistem kemudian mengambil subsistem dari yang acak itu dan menolak yang lain. Ada yang diambil dan ada yang tidak diambil. Yang sesuai bergabung dan yang tidak sesuai menjauh. Semua bergerak atas prinsip autopoietic. Yang bergabung itu yang kemudian disebut berbeda (difference) dari yang tidak bergabung. Yang tidak bergabung mungkin akan membentuk sistem yang lain, yang oleh sistem yang tadi disebut sebagai lingkungan (environment). Penyatu dalam sebuah sistem ini disebut kode (code), yaitu the unity of specific difference. Kodelah yang menentukan operasi yang masuk dalam sebuah sistem dan yang tidak masuk atau menjadi lingkungannya.
Kata kunci lainnya adalah referensi (reference). Di dalam sebuah sistem terdapat referensi yang satu atau disebut referensi-diri (self-reference), dan yang bukan sistem disebut referensi-lain (other-reference). Batas antara referensi-diri dan referensi-lain adalah perbedaan tadi. Penyatu referensi-diri adalah kode.
Media kemudian mempunyai sistem, kode, dan referensi yang membedakan dengan sistem lainnya. Media punya cara kerja sendiri. Luhmann kemudian membedakan prinsip kerja jurnalistik berdasarkan produk media yang dia bedakan menjadi tiga: berita, iklan, dan hiburan. Kalau berita tugasnya menyampaikan hasil observasi, iklan dibuat untuk “menipu”, dan hiburan untuk menyenangkan publik. Bagaimanakah ketiganya sampai kepada masyarakat atau publik? Jawabannya bila ketiganya direspons oleh publik, yang segera mengantarkan kita pada diskusi soal media yang sukses.
Media yang Berhasil
Poin penting lain dari buku The Reality of the Mass Media adalah tentang media yang berhasil (success media). Poin ini sebenarnya terkait erat dengan gagasan Luhmann tentang publik. Menurutnya, media yang berhasil tidak sekadar gagasan yang dibawanya sampai kepada publik (disseminated), melainkan publik yang disasar juga tergerak untuk memberikan respons. Luhmann menulis, “kesuksesan media massa di hadapan publik adalah topik yang diusungnya diterima.” Proposal yang disediakan media ini nanti yang akan menggerakkan publik.
Mengapa Luhmann kekeuh dengan ide media mesti menggerakkan publik? Ini berhubungan dengan gagasan bahwa media adalah sang observer, dia mesti menyampaikan “realitas” kepada publik. Ini tanggung jawab media. Dengan tugas mulia itu, publik kemudian meyakini bahwa yang disampaikan media adalah “kebenaran”. Sebagaimana telah disinggung, ada sepuluh syarat yang mesti dipenuhi media untuk sampai pada “kebenaran” yang akan disampaikan ke publik. Dengan “kebenaran” itulah publik mestinya bertindak.
Ketika publik sudah bertindak berdasarkan konstruksi yang dibuat sebuah media, pada dasarnya media itu telah mengkonstruksi realitas yang pertama. Luhmann memimpikan media sampai pada tugas itu. Jadi, dinamika media sesungguhnya adalah kembara dari realitas dunia ke realitas dalam media, dan nanti sampai pada konstruksi realitas pertama. Dengan tujuan ini, sekali lagi, realitas pertama tetap penting dalam pemikiran Luhmann. Dia tidak dihilangkan sama sekali oleh realitas media. Realitas media menjadi penting sejauh mana dia mampu “membentuk” realitas pertama atau dunia. Di sini media kemudian telah sempurna sebagai sebuah fakta dan akhirnya sistem sosial.[]
Niklas Luhmann, The Reality of Mass Media, (Stanford, California: Stanford University Press, 2000).
Niklas Luhmann [sumber] |
0 komentar:
Posting Komentar